Pertanyaan :
Pak Kiai yang kami mulyakan, saya ingin bertanya tentang penyusunan al-Qur’an yang ada sekarang ini mengapa Surat al-Alaq yang turun pertama kali tetap diletakkan pada urutan 96 ? dan Benarkah ada ayat yang tidak berlaku lagi ? dan siapa yang membagi al-Qur’an kedalam 30 juz, dan sejak kapaj penyusunan itu dilakukan?
Atas jawabannya kami ucapkan terima kasih
Jawaban :
Al-Qur’an merupakan kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi umat manusia. Yang mukmin memanfaatkan sebagai tuntutan hidup bahagia di dunia dan di akhirat, sementara yang kafir hanya di dunia saja. Al-Qur’an turun tidak urut dan tidak teratur, jumhur ‘ulama menominasikan surah al-Alaq sebagai wahyu pertama turun sedangkan yang terakhir dipersengketakan cukup seru. “Wa ittaqu yawma turja’un fih ila Allah” (al-Baqarah :281) dianggap palingkuat karena turun Sembilan hari sebelum Rasulullah SAW wafat. Setelah al-Qur’an dibukukan menjadi mushaf, ternyata al-Alaq tidak ditaruh dibagian depan, kemudian diprotes oleh penanya rubrik ini. Penulisan al-Qur’an menggunakan dua cara. Pertama, berdasar urutan turunnya, seperti yang dilakukan Ali ibn Abi Thalib dalam mushaf pribadinya dan kedua, berdasar kebiasaan Nabi membaca di hadapan public (al-‘urdlah). Panitia pembukuan al-Qur’an yang diketuai Zaid ibn Tsabit memilih tekhnik yang kedua seperti yang ada sekarang dana tidak ada yang protes.
Pada periode tabi’in penulisan al-Qur’an dilengkapi dengan tanda baca untuk memudahkan masyarakat awam. Bahkan dibagi menjadi tiga puluh bagian (juz) dengan tujuan agar umat Islam minimal bisa mengkhatamkan baca al-Qur’an sebulan sekali. Angka 30 diambil dari jumlah hari normal dalam satu bulan, sehingga sehari baca satu juz. Jika anda pemalas, silakan bagi sendiri menjadi 100 juz, 200 dst. Jika anda rajin silakan membuat juz sendiri, 10, 5 atau tak usah. Pembagiain ini hanya tekhnis dan bukan doktrin wahyu.
Soal apakah ayat al-Quran ada yang naskh, atau direvisi pesannya dengan yang lain sehingga disfungsi dan tidak berlaku ? itu urusan selera akademik. Al-Imam al-Syafi’I memilih naskh dalam al-Qur’an dengan berbagai alasan. Sedangkan Musta’in Syafi’I (Pengasuh Rubrik ini, red) memilih tidak ada naskh dalam al-Qur’an. Tuhan itu Maha Sakti dan al-Qur’an diturunkan atas dasar ilmu-Nya. Sekali berfirman pasti tepat, cocok dan berlaku unlimited.
Karena sifat sayang-Nya, Tuhan menurunkan al-Qur’an sebagai panduan, agar umat Islam bisa menikmati surga-Nya nanti. Kenikmatan yang disediakan di surga adalah kenikmatan universal yang abadi dan tak terlukiskan. Dipersembahkan bagi mereka yang berbuat kebajikan, padahal amal baik yang diperbuat ketika didunia sangat singkat. Konsekuensinya, bila manusia berprilaku buruk, maka hukuman di nerka juga lama.
Pelajar yang rajin belajar selama duduk dibangku sekolah, akan lulus dan mendapat ijazah yang bermanfaat bagi hidupnya ke depan, selamnya. Sedangkan yang malas, maka tidak lulus dan merugi selamanya.
KH. A. Musta’in Syafi’i, pengasuh rubrik tanya jawab tafsir majalah Tebuireng
Sumber www.tebuireng.org
Comments
Post a Comment